Pada tanggal 21 September 1966 di sebuah desa yang masih sunyi lahirlah seorang anak perempuan yang diberi nama orang tuanya dengan nama Istuti. Akan tapi oleh keinginannya sendiri di waktu sekolah dasar diubah dengan nama Istutik. Dilahirkan sebagai anak perempuan yang menjadi anak kedua dari empat bersaudara di mana anak terakhir meninggal dunia saat waktu masih balita.
Walaupun orang tua sudah adil membagi kasih sayang, aku sebagai anak tengah merasa kasih sayang orang tuaku hanya sedikit untukku karena kasih sayang orang tuaku ditumpahkan pada kakak dan adikku. Hal itulah yang membuatku tumbuh mandiri dan pantang menyerah. Walaupun aku merasa kasih sayang orang tua kurang aku tetap mencintai ibu bapakku yang berjuang membesarkan kami dengan sekuat tenaga. Sebagai anak pensiunan PJKA dengan pensiun pas-pasan aku membantu orang tuaku bekerja di sawah pada sore hari setelah pulang sekolah untuk mengurangi beban dan tanggung jawab mereka.
Aku membantu apa yang dilakukan oleh orang tuaku di sawah maupun di rumah. Di usiaku yang memasuki umur 53 tahun ini banyak pengalaman yang tidak terlupakan dalam kehidupan ini, baik sebagai seorang anak, sebagai pelajar, sebagai seorang guru maupun sebagai orang tua. Allah memberiku jalan hidup yang berliku-liku penuh perjuangan, penuh suka dan duka silih berganti yang membuatku untuk selalu bersyukur atas karunia-Nya sehingga aku masih bisa menjalani jalan hidup yang ditakdirkan dan dituliskan oleh Allah selama masih di dalam kandungan ibuku.
Di sini aku hanya ingin menceritakan sepenggal pengalaman hidupku sebagai sorang guru. Aku mulai menjadi guru sejak 1989 setelah lulus kuliah D2 FPOK wisuda Agustus 1988 walaupun hanya menjadi guru honorer di SMP Hamong Putra Sleman dan SMP BOPKRI 7 kota Yogyakarta. Sebagai guru honorer di SMP BOPKRI 7 aku disuruh mengajar Biologi dan Bahasa Jawa oleh Pak Priya sebagai kepala sekolah karena tempat tersebut tidak ada guru Biologi dan Bahasa Jawa. Bisa dibayangkan sebagai orang yang belum berpengalaman harus mengajar di sekolah swasta di pinggiran di mana anak-anak banyak yang butuh perhatian ekstra karena problem mereka ditambah dengan mengajar yang itu bukan bidang studi yang aku kuasai.
Aku tidak menyerah, aku berusaha belajar dan belajar sehingga dapat melaksanakan tugas dengan baik. Di SMP Hamong putra, alhamdullilah aku mengajar mata pelajaran olah raga dan oleh Kepala sekolah Pak Sigit Wuhantoro yang merupakan ketua Yayasan dan Wakil bupati Sleman saat itu aku diberi tugas tambahan menjadi bendahara sekolah. Hal itu terjadi mungkin karena aku pernah kursus akuntansi BON A dan BON B di tempat kursus yang ada di utara Tugu Yogyakarta. Waktu beliau mengecek laporan keuangan beliau berpesan padaku bahwa sebagai seorang bendahara itu harus bisa dipercaya, jujur dan teliti. Semua pengeluaran harus ada bukti walaupun hanya berwujud kertas parkir. Sejujur apa pun tugas yang dilakukan masih banyak orang yang tidak percaya dengan kerja kita. Itulah pesan yang aku pegang sampai sekarang apabila mendapat amanah memegang uang milik orang lain.
Setelah satu tahun aku honorer aku mendapat panggilan dari IKIP Yogyakarta untuk menjalankan tugas sebagai calon pegawai negeri per 1 Maret 1990, panggilan tersebut merupakan wujud penghargaan pada mahasiswa D2 yang lulus tepat waktu dan mendapatkan rangking 5 besar. Alhamdulillah pada saat itu aku ditempatkan di SMP Negeri Panggang Gunung Kidul.
Dengan berbangga hati saya diantar kakak untuk melihat lokasi SMP N Panggang, betapa terkejutnya melihat lokasi sekolah yang sangat jauh harus melewati gunung-gunung kapur dan jalan satu-satunya yang terdekat melalui desa Siluk, Mbibal, kemudian Panggang. Melihat lokasi tersebut saya mengeluh pada almarhum bulik saya. Bulik bertanya padaku “mau pindah yang dekat atau bagaimana?” jika mau pindah aku diajak menghadap Sri Paduka Paku Alam untuk minta dipindahkan. Tapi waktu itu aku menjawab “aku akan coba jika tidak kerasan aku akan minta pindah”.
Aku unjuk diri ke kepala sekolah waktu itu, kepala sekolah Pak Sumandar, BA. dan saat itu aku diterima dengan baik hanya permasalahannya di sekolah tersebut sudah ada 3 guru olah raga sehingga mau tidak mau harus mengajar bidang studi yang kurang gurunya. Pada saat itu kepala sekolah membelikan alternatif memilih padaku, satu di antara dua yaitu Bahasa Inggris atau Fisika. Karena aku merasa lemah di Inggris maka aku memilih mengajar Fisika dan sekaligus oleh kepala sekolah diikutkan PKG IPA.
Aku pun mulai mengajar Fisika dan ditambah sebagai Pembina Pramuka, Pembina OSIS dan wali kelas, hal itu pun kujalankan dengan senang hati. Setiap pagi aku bangun pukul 04.00 pagi dan berangkat setelah sholat subuh, dari rumah menuju ke sekolah dengan mengendarai motor menuju ke terminal atau Pasar telo/ Siluk Imogiri. Jika tertinggal bis karena bis satu-satunya yang aku tumpangi menuju ke sekolah adalah bis SIDO MAJU, aku harus aral melintang sampai di sekolah pukul 06.45.
Selain mengajar aku pun tiap Sabtu harus ke Wonosari tepatnya di SMA Negeri 2 Wonosari untuk mengikuti kegiatan PKG IPA selama 2 tahun, teman-teman begitu menyenangkan apalagi ilmunya membuatku merasa tertantang. Mereka tidak tahu kalau aku dari jurusan olah raga, Kepala sekolah kemudian menerangkan bahwa aku bukan guru Fisika tetapi guru olah raga saat kunjungan teman-teman dan guru inti ke SMP Panggang, Gunung Kidul.
Mengajar Fisika buatku sangat menyenangkan, alhamdullilah anak-anak juga antusias dan senang dalam pelajaran tersebut walaupun mereka anak gunung. Pengalaman yang paling membuat aku kagum adalah anak-anak Panggang walaupun dengan jalan kaki berkilo-kilo meter dan berangkat di pagi buta dengan diterangi obor dia semangat sekolah tanpa sarapan dan bila pulang sekolah makan hanya dengan tiwul dan sambal sampai-sampai jika upacara hari Senin saat upacara banyak yang pingsan. Semangat itulah yang perlu dicontoh oleh anak-anak yang selalu dimudahkan dalam segala hal.
Suka dan duka kulampaui saat mengajar dengan jarak jauh berangkat malam pulang malam sehingga membuatku untuk mengajukan pindah sekolah ke Kota atau ke Sleman, hal lain yang membuatku ingin pindah karena aku melanjutkan kuliah S1 pada tahun 1993. Kepala sekolah waktu itu sudah berganti beliau adalah Pak Drs. Sumaryono, oleh beliau aku tidak diperbolehkan pindah karena tenaga dan pikiranku sangat diperlukan oleh sekolah sehingga saya secara diam-diam pergi kantor wilayah kepegawaian untuk minta pindah dengan alasan di atas.
Alhamdullilah waktu itu kepala seksi tenaga teknis adalah pak Sumandar BA, mantan kepala sekolahku di SMP panggang. Dengan menangis saya utarakan kesulitanku mengatur waktu untuk mengajar dan kuliah sehingga saya memaksakan beliau untuk memindahkan ke Kota Yogyakarta atau di Sleman. Beliau menyuruh saya mencari sekolah untuk pindah, aku sampaikan aku bisa pindah ke SMP BOPKRI karena SMP tempat Paklik mau menerima tapi beliau menolak, saya disuruh sabar untuk menunggu. Setelah 2 minggu pada 1 Oktober 1994 ada panggilan ke Kanwil untuk menerima surat keputusan pindah mengajar. Dan akhirnya aku pindah di ST 8 Yogyakarta.
Demikian sedikit penggalan cerita dari pengalamanku awal sebagai guru untuk cerita yang lain bisa kita sambung di kesempatan lain. Matur nuwun.
Tinggalkan Komentar